Minggu, 12 Oktober 2014

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN METODE PENDIDIKAN SEBAYA TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA MENGENAI SINDROM PRAMENSTRUASI

Tidak ada komentar:
$0.00
coryna rizky amelia

ABSTRACT


Sindrom pramenstruasi adalah kumpulan gejala fisik dan emosional yang muncul dua minggu sampai sehari menjelang menstruasi. Gejala ini mulai terjadi pada remaja yang telah mengalami menstruasi. Pemberian pendidikan kesehatan sejak dini pada remaja sangat penting dan salah satu metode yang dapat dipilih adalah metode pendidikan sebaya. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode pendidikan sebaya (peer education) terhadap pengetahuan remaja mengenai sindrom pramenstruasi. Penelitian ini menggunakan one group pre test-post test desain. Populasinya yaitu semua siswi kelas VII SMP Negeri 4 Kota Malang yang telah menstruasi sejumlah 102 siswi dan sampelnya 31 siswi, diambil dengan menggunakan teknik proportional random sampling. Data yang digunakan adalah hasil pengisian kuisioner pengetahuan dan dianalisa dengan uji Wilcoxon Signed Rank Test. Dari hasil penelitian didapatkan tingkat pengetahuan responden sebelum diberi pendidikan kesehatan sebagian besar berada pada tingkat cukup (67.7%) dan sesudah diberi pendidikan kesehatan sebagian besar memiliki  tingkat pengetahuan baik (77.4%). Dengan uji Wilcoxon Signed Rank Test didapatkan Zhitung ( 4.82 ) ≥ Ztabel ( 1.96 ) maka Ho ditolak artinya terdapat pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode pendidikan sebaya (peer education) terhadap pengetahuan remaja mengenai sindrom pramenstruasi. Dengan mempertimbangkan hasil penelitian ini disarankan bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan metode dalam penyampaian pendidikan kesehatan dan bagi SMP Negeri 4 Kota Malang dapat mengembangkan materi pendidikan kesehatan yang diberikan pada siswa-siswinya untuk selanjutnya disebarluaskan kepada yang lain.

Kata Kunci : Pendidikan Kesehatan, Pendidikan Sebaya, Sindrom Pramenstruasi


REFERENCES


Atika P. Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta: Nuha Media;2010.

Margaret Carr.Treatments for Premenstrual Dysphoric Disorder. www.oxpordjournals.org;2001.

Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta. ;2002.

Soekidjo Notoatmodjo.Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta:Rineka Cipta;2007.

Juliandi Harahap et.al. Pengaruh peer education terhadap pengetahuan dan sikap mahasiswa dalam menanggulangi HIV/AIDS di Universitas Sumatera Barat;2004.

Moeliono.Seksualitas Remaja: Belajar dari Remaja yang Tak Terlayani (Underserved Youth) di Kota Jakarta;2004.

Surbakti.Kenakalan Anak Remaja Anda. Jakarta:PT Elex Media Komputindo;2009.

Apriyanti.Pengaruh Pendidikan Sebaya (Peer Education) Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Primigravida Tentang Menyusui di Wilayah Puskesmas Mergangsan Yogyakarta;2010.

PPKJ. Pendidikan Sebaya (Peer Education).;2011.

MULTIPLE MYELOMA NON SEKRETORIK

Tidak ada komentar:
$0.00
Ihda Dian Kusuma, Eviana Norahmawati

ABSTRACT


Multiple Myeloma (MM) adalah keganasan sel plasma yang termasuk golongan Malignant Small Round Cell Tumor ditandai oleh ekspansi immunoglobulin monoklonal dan akumulasi abnormal sel plasma di dalam kompartemen sum-sum tulang . Kami laporkan kasus MM non sekretorik yang jarang ditemui yaitu pasien laki-laki 54 tahun yang datang dengan keluhan benjolan pada paha kiri dan benjolan pada bahu kanan dengan hipogammaglobulinemia dan protein Bence Jones negatif. Hasil pemeriksaan klinis, radiologi, dan biopsi menunjukkan hasil sesuai MM dengan diagnosis banding metastase karsinoma dan Non Hodgkin’s Lymphoma. Hasil pulasan immunohistokimia CD 20 (-), sitokeratin (-) dan LCA (-) menyingkirkan diagnosis banding dan dikonfirmasi dengan hasil biopsi sumsum tulang yaitu suatu plasmasitomatosis. Pasien didiagnosis dengan Multiple Myeloma non sekretorik. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan klinis dan penunjang sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis MM non sekretorik dengan tepat dan kombinasi beberapa pemeriksaan immunohistokimia dapat membantu penegakan diagnosa.
Kata kunci : Multiple Myeloma non sekretorik, hipogammaglobulinemia, CD 20, LCA

REFERENCES


Kilpatrick, Renner. Diagnostic Musculoskeletal Surgical Pathology. Saunders. 2004. Hal
Tello FJM, Asensio MC, Roldan JCL. 2002. Plasma Cell Myeloma in WHO Classification of Tumours Pathology & Genetics Tumours of Soft Tissue and Bone. IARCPress : Lyon. Hal 302 – 308
Damjanov I. 2009. Pathology Secrets. Elsevier : Kansas. Hal 193-194
Dimopoulos MA, Terpos E. Multiple myeloma. Annals of Oncology 21 (supplement 7); 2010; VII 143 – VII 150
Khan KA, Siddiqui NS, Junaid A, Siddiqui S. Non-secretory Myeloma : A Rare variant of Multiple Myeloma. Journal of the College of physicians and Surgeons Pakistan; 2008, Vol 18 (9): 576 – 577
Ludwig H, Bolejack V, Crowley J et al. Survival and years of life lost in different age cohorts of patiens with multiple myeloma. J Clin Oncol 2010l 28 : 1599 – 1605
Sureda A, Pais JR, Pascual J, Vaquero PMA, Hernando JC. Non secretory multiple myeloma presenting as primary plasma cell leukaemia. Postgrad Med J, 1992, 68, 470 – 472
Whicher JT, Davies JD, Grayburn JA. Intact and fragmented intracellular immunoglobulin in a case of non-secretory myeloma. J clin path, 1975, 28, 54 – 5

KOMPOSISI KIMIA DAN ORGANOLEPTIK FORMULA NUGGET BERBASIS TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG RICEBRAN

Tidak ada komentar:
$0.00
Sufiati Bintanah, Erma Handarsari

ABSTRACT


Di Indonesia terjadi perubahan pola penyakit dari infeksi dan kekurangan gizi ke degeneratif dan kanker akibat perubahan gaya hidup dan pola makan  tinggi lemak dan rendah serat serta modernisasi pola hidup. Tempe kedelai merupakan bahan makanan yang dapat menurunkan trigliserida, kolesterol total, kolesterol LDL, serta meningkatkan kolesterol HDL. Bekatul juga merupakan bahan makanan yang dapat menurunkan kadar lemak darah karena mengandung oryzanol, tokoferol, dan asam felurat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyeleksi formula nugget berdasarkan karakteristik fisik, kimia dan organoleptik serta aktifitas antioksidan. Jenis penelitian ini adalah penelitian diskriptif dengan perlakuan formulasi tepung tempe dan tepung ricebran sebanyak 10 formula. Analisis komposisi kimia dilakukan terhadap bahan mentah dan nugget meliputi analisis protein (mikro kjedhl), lemak (soxhlet), air (oven), karbohidrat (Luff Schoorl l), penetapan kadar Vitamin E (Alfa-Tokoferol), analisa aktivitas anti bakteri metode difusi agar. Pengujian organoleptik menggunakan metode scoring. Hasil menunjukkan nugget dengan formula tepung tempe 50% dan tepung bekatul 50% (formula A7), mempunyai komposisi kimia terbaik yaitu protein 19,5g%, lemak 18.33g%, air 35.59%, abu 1,62%, serat kasar 9,57g%, Karbohidrat 25,41 g%, Vitamin E 148,92 µg/g, aktifitas antioksidan 197,1 µg/ml. Hasil pengujian organoleptik terhadap warna, rasa, aroma maupun tekstur yang paling disuka pada formula A7. Kesimpulan: Optimasi tepung tempe dan rice bran yang diterima berdasarkan sifat fisik, organoleptik dan analisa zat gizi adalah dengan perlakuan sangrai 20 menit. Formula nugget yang optimum A7 dengan perbandingan tepung tempe dan rice bran 50:50 g.

Kata Kunci: Komposisi Kimia, Organoleptik, Formula Nugget, Tepung Tempe, Ricebran

SARI BUAH MARKISA UNGU MENCEGAH PENINGKATAN MDA SERUM TIKUS DENGAN DIET ATEROGENIK

Tidak ada komentar:
$0.00
Inggita Kusumastuty

ABSTRACT



Markisa ungu merupakan buah tropis yang mengandung antioksidan antara lain vitamin A, vitamin C, β-karoten, komponen flavonoid dan fiber. Dalam 100 ml sari buah markisa ungu terdapat 1070 µg β-karoten. Pemberian sari buah markisa diduga dapat mencegah peningkatan MDA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian sari buah markisa ungu per oral terhadap pencegahan peningkatan kadar MDA serum. Desain penelitian ini adalah Post-test Control Group yang dilakukan pada 30 ekor tikus jantan. Kelompok I adalah tikus yang diberi pakan normal (P0), kelompok II diberi diet aterogenik (P1), kelompok III diberi diet aterogenik dan sari buah markisa ungu 2,3 ml (P2), kelompok IV diberi diet aterogenik dan sari buah markisa ungu 3,3 ml (P3) dan kelompok V diberi diet aterogenik dan sari buah markisa ungu 4,2 ml (P4). Pemberian sari buah markisa ungu dilakukan secara oral melalui sonde setiap hari selama 60 hari. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah kadar MDA serum dengan spektrofotometer. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh pemberian sari buah markisa ungu terhadap penghambatan  peningkatan kadar MDA serum (ANOVA, p=0.000). Uji Post Hoc Tukey menunjukkan ketiga dosis sari markisa ungu yang diberikan dapat mencegah peningkatan kadar MDA serum tikus wistar. Dosis ketiga yaitu 4,2 ml/ hari yang diberikan selama 60 hari bersamaan dengan diet aterogenik secara statistik dapat mengembalikan tikus pada kondisi normal (post hoc tuckey, p=0,115).

Kata kunci : sari buah markisa ungu, kadar MDA serum, diet aterogenik

KETAHANAN PANGAN KELUARGA BALITA PASCA LETUSAN GUNUNG BROMO, KABUPATEN PROBOLINGGO, INDONESIA

Tidak ada komentar:
$0.00
Widya Rahmawati, Ummu Ditya Erliana, Intan Yusuf Habibie, Leny Budhi Harti

ABSTRACT



Indonesia berada di wilayah bumi yang rentan mengalami bencana gunung meletus. Letusan gunung berapi dapat menimbulkan kerusakan lahan pertanian, tanaman, dan ternak sehingga menyebabkan gangguan ketahanan pangan terutama bagi wilayah yang mayoritas penduduknya adalah petani. Penelitian cross sectional ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan pangan pada keluarga balita di Desa Ngadirejo Kabupaten Probolinggo (n 56) dua tahun pasca meletusnya Gunung Bromo. Ketahanan pangan dianalisa menggunakan indikator ketahan pangan modifikasi dari kuesioner USDA. Hasil menunjukkan bahwa dua tahun setelah letusan Gunung Bromo, ketahanan pangan masyarakat di wilayah penelitian masih berada dalam kondisi rawan. Keluarga tahan pangan sebanyak 41%, selebihnya ambang batas tahan pangan (9%), ketahanan pangan rendah (43%) dan ketahanan pangan sangat rendah (7%). Sisa abu vulkanik dan kondisi cuaca menyebabkan hasil pertanian tidak optimal dan petani tidak memperoleh pendapatan yang layak. Keluarga yang memiliki pendapatan lebih tinggi, memiliki tanaman dan ternak bervariasi cenderung tidak mengalami kekurangan makanan dan memiliki ketahanan pangan yang lebih baik. Dapat disimpulkan bahwa variasi tanaman dan ternak dapat meningkatkan ketahanan pangan keluarga, baik secara langsung meningkatkan akses terhadap makanan, maupun melalui peningkatan pendapatan. Untuk meningkatkan ketahanan pangan keluarga, perlu diupayakan menambah jenis tanaman dan ternak yang dipelihara. Penting untuk memilih jenis tanaman yang lebih tahan terhadap perubahan cuaca dan dapat dipanen dalam waktu yang relatif singkat.

Kata Kunci: ketahanan pangan, letusan gunung berapi, pendapatan, tanaman, ternak

PENGARUH PROSES PENGOLAHAN DAUN SINGKONG (MANIHOT ESCULENTA CRANTZ) DENGAN BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP KADAR Β-KAROTEN

Tidak ada komentar:
$0.00
Meiliana Liem, Roekisti Ningsih, Endang Sutjiati

ABSTRACT



Pada banyak negara berkembang, defisiensi vitamin A menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. Pemanfaatan bahan pangan nabati yang dapat menjadi sumber utama vitamin A merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Daun singkong adalah salah satu bahan pangan nabati yang kaya β-karoten, dapat memberikan kontribusi terhadap kebutuhan vitamin A, dan mudah didapatkan oleh masyarakat Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh variasi pengolahan daun singkong terhadap kadar β-karoten. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental rancangan acak lengkap (RAL) dengan unit eksperimental 100 gram daun singkong yang mirip dengan variasi Adira 4, segar, berwarna hijau cerah, tidak ada cacat atau noda pada permukaan kulit, dan bagian pucuk tanaman (3-5 susun daun). Daun singkong dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan pengolahan (segar, perebusan dengan air garam, perebusan dengan air garam dilanjutkan perebusan dengan santan, dan perebusan dengan air garam dilanjutkan dengan penumisan dengan minyak goreng) dengan 5 kali replikasi. Kadar β-karoten olahan daun singkong diukur dengan metode spektrofotometri. Hasil menunjukkan kadar β-karoten berbeda secara signifikan pada semua kelompok perlakuan pengolahan (p=0,001). Perlakuan yang satu dengan perlakuan yang lain pada semua pasangan perlakuan juga memiliki perbedaan yang signifikan. Kadar β-karoten olahan daun singkong dari yang tertinggi berturut-turut didapatkan dari pengolahan perebusan dengan air garam (79,534 ± 5,784 µg/g), perebusan dengan air garam dilanjutkan penumisan dengan minyak goreng (65,926 ± 6,244 µg/g), daun singkong segar (43,530 ± 11,062 µg/g), dan perebusan dengan air garam dilanjutkan perebusan dengan santan (19,022 ± 3,509 µg/g). Variasi cara pengolahan mempengaruhi kadar β-karoten dalam daun singkong akibat faktor-faktor pengolahan, seperti suhu, pH, waktu, matriks pangan, dan pemakaian minyak kelapa sawit. Daun singkong sebaiknya direbus dengan air garam untuk memperoleh manfaat β-karoten secara optimal.

Kata Kunci: β-karoten, daun singkong, pengolahan, kadar

PENGARUH METODE PENGOLAHAN (JUICING DAN BLENDING) TERHADAP KANDUNGAN QUERCETIN BERBAGAI VARIETAS APEL LOKAL DAN IMPOR (MALUS DOMESTICA)

Tidak ada komentar:
$0.00
Anggun Rindang Cempaka, Sanarto Santoso, Laksmi Karunia Tanuwijaya

ABSTRACT


Quercetin merupakan salah satu flavonoid yang dipercaya dapat melindungi tubuh dari beberapa penyakit degeneratif dengan mencegah proses peroksidasi lemak. Apel merupakan buah yang kaya kandungan quercetin, banyak dikonsumsi oleh masyarakat, serta mudah didapatkan. Kandungan quercetin berbeda pada setiap buahnya, bergantung pada varietas, proses pengolahan, kondisi pertumbuhan, nutrisi tanaman, dan lama penyimpanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses pengolahan (juicing dan blending) terhadap kandungan quercetin pada berbagai varietas apel lokal dan impor (Malus domestica). Kandungan quercetin diukur dari 4 varietas apel yang berbeda yaitu untuk apel lokal diwakili oleh varietas Rome beauty dan manalagi, sedangkan untuk apel impor diwakili oleh varietas fuji dan Red delicious yang masing-masing dibagi dalam 3 kelompok, yaitu kelompok 1 apel segar sebagai kontrol, kelompok 2 jus apel (juicing), dan kelompok 3 smoothie apel (blending). Penelitian ini menggunakan desain eksperimental laboratorik. Unit eksperimen penelitian dipilih dengan menggunakan metode RAK dengan 3 kali replikasi. Pengukuran kandungan quercetin dianalisis dengan menggunakan metode ekstraksi sampel dalam larutan etanol dan spektrofotometer. Berdasarkan hasil penelitian, apel segar mengandung quercetin paling banyak, diikuti oleh jus apel (juicing), dan smoothie apel (blending). Sedangkan varietas apel yang paling banyak mengandung quercetin adalah apel Rome beauty, diikuti oleh manalagi, fuji, dan Red delicious. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa varietas apel dan proses pengolahan yang berbeda dapat mempengaruhi kandungan quercetin apel segar dan jus apel secara signifikan (p < 0.05).

Kata kunci :    quercetin, metode pengolahan, juicing, blending, varietas apel

BINGE EATING DAN STATUS GIZI PADA ANAK PENYANDANG ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)

Tidak ada komentar:
$0.00
Abstrak

ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder) dicirikan dengan pola gangguan pemusatan perhatian dan/atau hiperaktif-impulsif yang terus-menerus dan menetap. Kedua tipe ADHD, inatensi dan hiperaktif-impulsif, dapat mencetuskan perilaku binge eating. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kedua tipe ADHD tersebut dengan kejadian binge eating dan status gizi pada anak penyandang ADHD menggunakan metode penelitian analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Subyek adalah anak/remaja laki-laki atau perempuan dengan ADHD (n 29) dengan rentang usia 5-18 tahun. Tipe ADHD dan binge eating diukur dengan Kuesioner ADHD yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Data status gizi diperoleh menggunakan indikator IMT/U. Hasil menunjukkan pada anak bertipe hiperaktif-impulsif, 4 anak (22,2%) mengalami binge eating, dan 6 anak (33,3%) berada pada kategori status gizi lebih. Pada anak dengan tipe inatensi tidak ditemukan kejadian binge eating (0%) dan hanya 1 anak (9,1%) yang memiliki status gizi lebih. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa anak dengan tipe ADHD hiperaktif-impulsif lebih cenderung untuk mengalami binge eating serta memiliki status gizi lebih.

Kata kunci: anak ADHD, inatensi, hiperaktif-impulsif, binge eating, status gizi

International Journal of the Academic Business World

Tidak ada komentar:
$0.00
ISSN 1942-6089 (print)

Why the Positional Leadership Perspective Hinders the Ability of Organizations to Deal with Complex and Dynamic Situations

Tidak ada komentar:
$0.00
Charles G. Sanders
The 21st century competitive global environment is dynamic, complex, and multi-cultural, and necessitates a more rapid response to changes to survive (Rost, 1991). The most effective approach for dealing with this is to involve employees in the various leadership processes for the organization (Pearce & Conger, 2003; Raelin, 2003). However, the leadership role described is not the common view of leadership based on authority. Rather, the required leadership is based on everyday influence processes by anyone in the organization derived from knowledge and the recognition for the need for a specific change. This paper shows how the perpetuated perspective of leadership as something reserved for persons of authority actually inhibits the very organization behaviors called for by the complex and dynamic situations in which they work

The Emerging Significance of Values Based Leadership: A Literature Review

Tidak ada komentar:
$0.00
Mary Kay Copeland
The emergence of the 21st century was plagued with extensive, evasive and disheartening leadership failures. Moral and ethical deficiencies were prevalent in many charismatic, dynamic and seemingly transformational leaders that had risen to prominence in both the public and private sectors. In response, leadership and management theorists began to place a renewed emphasis on the importance of ethics and morality in exemplary leaders, and a plethora of values based leadership (VBL) theories emerged. VBL behaviors are styles that have a moral, authentic and ethical dimension. This study examines the prevailing literature and research on the various constructs rooted in VBL. It identifies three constructs: (a) authentic (Avolio & Gardner, 2005; Gardner, Avolio, Luthans, May, & Walumbwa, 2005; George, 2003; Luthans & Avolio, 2003), (b) ethical (Brown et al., 2005), and transformational leadership (Bass, 1985; Bass, 1990; Bass & Avolio, 1990; Bass & Steidlmeier, 1999) that are considered the most emphasized behaviors in the VBL literature and examines the literature streams and progression of research for each of these VBL theories. The study identifies literature that supports that when these VBL behaviors are found in leaders, the leaders are evaluated as more effective by subordinates. The purpose is to provide a summary of the seminal VBL literature to date and provide recommendations for future research and study

Servant leadership and Employee Commitment to a Supervisor

Tidak ada komentar:
$0.00
Shane Sokoll
A relationship between employee commitment to a supervisor and reduced levels of employee turnover has been found in previous research studies (Vandenberghe & Bentein, 2009). Since turnover is often associated with high costs, understanding how to retain valuable human resource talent is of increasing importance. In this study, Fields and Winston’s (2010) servant leadership instrument, Becker, Billings, Eveleth, and Gilbert’s (1996) employee commitment to a supervisor scale, and Stogdill’s (1963) supervisor initiation of structure subscale are used to measure the predictive effect of servant leadership on employee commitment to a supervisor, beyond the effect of a supervisor’s task-oriented behavior. One hundred and forty nine of 207 fulltime employees from a university in the U.S. responded to a web-hosted survey that was distributed via email. A multiple regression analysis was conducted that controlled for employee age, employee tenure with the supervisor, employee gender, employee/supervisor gender similarity/dissimilarity, and supervisor task-oriented behavior. Servant leadership was found to have a significant (p < .001) effect on employee commitment to a supervisor, shown by an increased R-Square value of 0.224 (22.4%). This study adds empirical evidence to the construct validity of servant leadership theory and the positive influence said behavior has on employee commitment

Mapping the Landscape of Shared Leadership: A Review and Synthesis

Tidak ada komentar:
$0.00
John P. Ulhøi & Sabine Müller
As can be seen from the substantial increase in the volume and scope of leadership publications over the last ten to fifteen years, leadership is a construct with important social and relational properties. Shared leadership in particular has attracted considerable attention from organization and management scholars, although there has been surprisingly little focus on the key structuring processes and mechanisms that enable shared leadership. The aim of this paper is to rectify this by identifying the critical factors and mechanisms which enable shared leadership and its antecedents and outcomes, and to develop a synthesized framework of shared leadership. The paper closes with a brief discussion of avenues for future research and implications for managers.

Supportive Supervisor Communication as a Mediator of the Leader-Member Exchange and Subordinate Performance Relationship

Tidak ada komentar:
$0.00
Daniel F. Michael
The focus of this research is on the relationships between leader-member exchange (LMX), supportive supervisor communication (SSC), and subordinate job performance. It was predicted that the relationship between subordinate ratings of LMX quality and supervisor ratings of subordinate performance would be mediated by subordinate ratings of SSC. Specifically, it was hypothesized that LMX would directly influence SSC, and SSC would directly influence two facets of contextual performance: interpersonal facilitation and job dedication. It was also hypothesized that job dedication would directly influence task performance, thus mediating the relationship between SSC and task performance. Thus, SSC was expected to mediate the relationship between LMX and contextual and task performance. Structural equation modeling results based on 243 supervisor-subordinate dyads from the banking industry provided substantial support for the proposed model.

An Explorative Study on the Connection Between Ethical Leadership, Prototypicality and Organizational Misbehavior in a Dutch Fire Service

Tidak ada komentar:
$0.00
Annette de Wolde, Jelle Groenendaal, Ira Helsloot, & Arjen Schmidt
In this article, we examine the relationship between ethical leadership and organizational misbehavior in a Dutch fire service and the extent to which prototypicality mediates this relationship. It is found that ethical leadership of battalion chiefs is statistically negatively related to the occurrence of self-reported disobedience of 61 crew commanders. Being a group prototype or not seems to fully explain this effect, as we found a full mediation effect. In addition, we found no statistically significant connection between the three components of ethical leadership, role modeling, rewards and discipline, and communicating about ethics and values, and the self-reported organizational misbehavior. Consequently, the question arises whether leaders who are viewed as “ethical” leaders simply have more influence on the unethical behavior of subordinates due to their leadership or that their norms and values just more closely fit to the professional norms and values of subordinates